Friday, September 14, 2007

BETTY OLSEN DAN VIETNAM MARTYRS

Meskipun banyak misionaris pergi ke China selama abad 19, namun hanya sedikit misionaris yang memfokuskan pelayanannya ke bagian Indo-China -- Vietnam, Laos, dan Kamboja. Baru ketika memasuki abad 20, para misionaris Kristen mulai menjalin persatuan untuk memantapkan pelayanan bersama ke negara-negara itu dengan didukung oleh lembaga misi yang sudah cukup dikenal saat itu -- The Christian and Missionary Alliance. Pelayanan ini terus berlanjut sampai akhirnya para misionaris dipaksa keluar dari Vietnam pada tahun 1970-an. Indo-China merupakan wilayah yang paling sulit bagi pelayanan misi Kristen. Pada kenyataannya, belum pernah ada misionaris yang melayani di Indo-China yang terbebas dari penganiayaan. Sebagai hasilnya, banyak penduduk di Indo-China yang bekerja di berbagai instansi dapat mendengar dan menerima berita Injil. Namun demikian harus diakui banyak dari mereka yang hidup dalam suasana ketakutan karena perlakukan dari pemerintah yang berkuasa saat itu. Selama masa kolonial Perancis, kegiatan penginjilan dibatasi. Ketika Jepang berkuasa di sana selama Perang Dunia II, para misionaris yang menolak untuk pergi dikumpulkan dan ditahan dalam kamp tawanan.
Perang di Asia diakhiri dengan kalahnya Jepang pada tahun 1945 yang menyebabkan tidak adanya lagi kedamaian di Indo-China. Selama 8 tahun, sejak tahun 1946, Ho Chi Minh dan pengikutnya bertempur melawan rezim Perancis yang ada di Vietnam sampai Perancis menarik pasukannya. Namun kedamaian masih tidak ada di Vietnam. Ketika penduduk Vietnam Utara yang hidup di bawah kekuasaaan komunis pindah ke wilayah Selatan, tekanan di wilayah Utara semakin meningkat. Para gerilyawan komunis menyerang penduduk desa, dan pemerintah Saigon mulai bertindak. Masuknya tentara Amerika ke Vietnam mempertajam konflik yang berkembang sehingga menjadi perang besar. Para misionaris Amerika berada dalam bahaya yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.
Meskipun pasukan Amerika memusatkan perhatian sepenuhnya untuk wilayah Vietnam Selatan, misionaris masih juga menerima pukulan hebat dari para gerilyawan. Aksi tentara Amerika Serikat yang membantu program militer Vietnam Selatan telah menyakiti hati Viet Cong dan pemerintah Hanoi, dan misionaris dianggap sebagai bagian dari konspirasi kapitalis-imperialis yang akan mengatur Indo-China. Para misionaris menyadari adanya permusuhan tersebut, dan wilayah- wilayah yang dievakuasi telah terinfiltrasi oleh Viet Kong. Banyak dokter dan tenaga medis yang terlibat dalam pelayanan misi kesehatan di Vietnam mati sebagai martir. Beberapa di antaranya adalah Betty Mitchell, Betty Olsen, Hank Blood, dan Mike Benge.
Menjadi pahlawan misi wanita tampaknya tidak sesuai dengan gambaran diri Betty Olsen. Banyak orang yang telah mengenalnya sejak lama mungkin meragukan kemampuannya untuk terlibat dalam pelayanan misi. Meskipun demikian, beberapa jam menjelang perayaan Tet (Tahun Monyet yang dipercaya orang Vietnam) pada 30 Januari 1968, dia mempertaruhkan nyawanya saat merawat gadis kecil, Carolyns Griswold, yang terluka parah dan berjuang untuk membawa gadis kecil itu ke rumah sakit. Dan di bulan-bulan selanjutnya yang cukup meletihkan, Betty Olsen membuktikan dirinya sebagai salah satu pahlawan iman di Vietnam.
Betty berusia 34 tahun saat pembunuhan masal di Banmethuot terjadi. Dia mendaftarkan diri sebagai perawat yang melayani kurang dari tiga tahun bersama The Christian and Missionary Alliance di Vietnam. Pelayanan misionari bukanlah hal yang baru bagi Betty. Dia dibesarkan sebagai seorang anak misionaris di Afrika, dan masa-masa terindahnya dilewatkan di negara ini. Namun masa kanak-kanaknya dipenuhi juga dengan kekacauan. Ingatan-ingatan tentang masa kecilnya yang terlintas adalah kesibukan orangtuanya dalam pelayanan misi, sehingga seringkali mereka pergi berhari-hari untuk mengunjungi gereja-gereja di Afrika. Saat berumur 8 tahun, Betty bersekolah hanya selama 8 bulan setiap tahunnya dimana setiap malamnya dia selalu menangis sebelum tidur. Bagi Betty, tinggal di asrama bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Dia memberontak terhadap aturan-aturan dan menolak berteman dengan anak-anak sebayanya. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan takut terluka atau kecewa jika nanti harus berpisah. Rasa tidak aman yang dimilikinya pada usia remaja semakin bertambah parah ketika ibunya menderita sakit kanker dan meninggal menjelang ulangtahun Betty yang ke 17.
Betty menyelesaikan SMU-nya di Amerika Serikat, lalu kembali lagi ke Afrika. Dia masih bergumul dengan perasaan tidak amannya dan mencari perhatian dari ayahnya. Kemudian dia kembali lagi ke Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan perawat di sebuah rumah sakit di Brooklyn. Setelah itu, Betty mendaftarkan diri ke Nyack Missionary College untuk mempersiapkan karirnya sebagai seorang misionaris.
Meskipun demikian, Betty masih belum menemukan sukacita sejati. Setelah lulus kuliah tahun 1962, dia tidak diterima untuk melayani di C&MA, jadi dia memutuskan kembali ke Afrika untuk melayani bersama ayahnya. Karena banyaknya pemberontakan yang terjadi di Afrika dan juga karena dia tidak dapat menyesuaikan diri dengan para misionaris lainnya, maka Betty diminta untuk tidak lagi melayani di tempat itu.
Pada usia 29 tahun, Betty menjadi perawat di Chicago dan benar-benar mengalami depresi rohani. Lalu dia bertemu dengan seorang pria muda yang kehidupan rohaninya mengubah hidup Betty. Pemuda ini, Bill Gothard, aktif melayani para pemuda gereja di wilayah Chicago. Betty mensharingkan pergumulannya kepada pemuda ini yang kemudian memberi Betty prinsip-prinsip Alkitab untuk mengatasi pergumulannya tentang hidup kekristenan. Setelah bergumul, Betty akhirnya mengambil keputusan bahkan mempunyai kerinduan untuk melayani Allah dan menjadi wanita lajang.
Sementara mengikuti konseling, Betty juga menjadi misionaris yang aktif di Vietnam. Konselornya, Bill Gothard, juga mengembangkan pelayanannya dengan mengadakan sebuah seminar yang dikenal dengan nama Institute in Basic Youth Conflicts. Seminar ini diadakan berdasarkan banyaknya pertanyaan dan pergumulan yang dialami Betty.
Di Vietnam, Betty bersama dengan Hank Blood (dari Wycliffe Bible Translator) dan Mike Benge ditangkap oleh pasukan Viet Cong. Ketiganya dipaksa berjalan menembus hutan selama 12 - 14 jam setiap hari. Mereka menderita demam tetapi tidak mendapatkan pengobatan. Betty adalah yang paling sehat diantara ketiga tawanan itu. Kondisi Mike semakin buruk karena penyakit malaria yang dideritanya namun dia bisa bertahan. Sedangkan Hank, selain mengalami perlakuan kasar dari para penangkapnya dan perjalanan panjang menembus hutan, penyakit ginjal yang ia derita semakin memperburuk keadaannya. Setelah mengalami lima bulan penderitaan, Hank menghembuskan nafas terakhirnya pada pertengahan Juli.
Betty dan Mike lambat laun mengalami kekurangan gizi. Kondisi kesehatan Betty menurun drastis. Kedua kakinya sangat sulit untuk dipakai berjalan. Setiap kali dia terjatuh, penangkapnya memukul dia. Dia menangis dan memohon kepada penangkapnya agar membiarkan dia mati di hutan. Namun permohonan itu diabaikan. Kondisinya bertambah buruk dengan penyakit disentri yang dideritanya. Saat Betty berulangtahun yang ke-35, dia mengalami kesakitan yang luar biasa di seluruh tubuhnya sampai tidak bisa berjalan lagi. Dua hari kemudian, Betty meninggal dunia.
Setelah kematian Betty, Mike dibawa ke Hanoi Hilton sebagai tempat penahanannya yang kedua. Pada Januari 1973, setelah hampir lima tahun berada dalam tahanan, Mike dibebaskan. Kemudian dia menceritakan kepada keluarga Betty Olsen dan Hank Blood tentang perjalanan mengerikan yang mereka alami saat berada di hutan Vietnam. Dia mensharingkan bagaimana ketiganya hanya bersandar penuh pada kekuatan Allah. Meskipun kondisi ketiganya tidak terlalu baik, mereka tetap berusaha untuk menguatkan hati orang-orang Kristen lainnya yang juga ditawan. Dalam diri Betty, yang terkenal suka memberontak dan berkata-kata tajam, Mike menjumpai seorang pribadi yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. Kasih Kristus yang dimiliki Betty sangat nyata dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Sampai akhir hidupnya, Betty tetap mengasihi orang-orang yang telah menahannya dan memperlakukannya dengan kasar.
Diterjemahkan dan diringkas dari salah satu artikel di:
Judul Buku :From Jerusalem to Irian Jaya -- A Biographical History of Christian Missions
Penulis :Ruth A. Tucker
Halaman :429 - 433

JOHN WYCLIFFE

John Wycliffe dikenal sebagai tokoh perintis gerakan reformasi di Inggris pada abad ke-14, filsof, dan juga orang terpelajar yang terkemuka pada jamannya (karena pada masa itu pendidikan di universitas masih merupakan fenomena yang baru dan peranan Wycliffe sungguh besar bagi reputasi Oxford, tempat ia belajar dan mengajar). John Wycliffe lahir di Yorkshire pada tahun 1325, dan belajar di Universitas Oxford dan memperoleh gelar doktor theologia pada tahun 1372. Wycliffe adalah seorang pemberani dan pembicara blak-blakan baik dalam teologi maupun pengetahuan. Ia mempunyai kebiasaan yang berbahaya, yaitu mengatakan secara blak-blakan apapun yang dipikirkannya. Ex, jika apa yang dipelajarinya membuatnya mempertanyakan tentang ajaran katolik resmi, ia akan langsung menyuarakannya.
Sekitar tahun 1374 Wycliffe mulai dikenal oleh umum, ia mengkhotbahkan kesewenang-wenangan, kebusukan-kebusukan Paus yang segera menarik perhatian banyak orang. Perlawanannya terhadap Paus yaitu:
Ia mempertanyakan hak Gereja atas kuasa duniawi dan kekayaannya.
(Paus menuntut hak milik gereja di Inggris adalah milik Paus; Wycliffe berpendapat harta milik gereja di Inggris adalah milik Negara). Ia berkata seharusnya gereja jangan memiliki harta milik duniawi, gereja harus menjadi miskin dan sederhana, seperti gereja pada masa Perjanjian Baru.
Ia mempertanyakan tentang penjualan surat-surat pengampunan dan jabatan-jabatan gerejawi.
Ia mempertanyakan tentang penyembahan para santo dan relikwi yang berbau takhayul, serta kuasa Paus.
Ia mempertanyakan pandangan resmi tentang Ekaristi (doktrin transsubstansiasi) yang dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat (karena tidak terdapat di Alkitab).
Pada masa itu Inggris penuh sentimen terhadap Gereja Roma, dimana para pangeran dan orang awam menyesalkan cara Gereja merampas kekuasaan dan harta.
Pada tahun 1377, Wycliffe memulai kegiatan-kegiatan keluar. Ia mengutus para pengikutnya (Lollard: para imam yang menganut kemiskinan para rasul dan mengajarkan Kitab Suci kepada kalangan umum, mengembara di Inggris dengan Injil), para sarjana dan orang awam untuk berkhotbah dan membacakan Alkitab kepada umat. Pada tahun itu juga Paus mengeluarkan "bulla" (semacam fatwa/siasat/sanksi) bagi Wycliffe berdasarkan ajaran-ajarannya tersebut. Tapi ia mendapat perlindungan dari pangeran John dan Dewan Doktor di Oxford juga menyatakan bahwa tidak ada satupun tuduhan dalam bulla itu yang membenarkan bahwa ajaran Wycliffe salah. Tapi peristiwa itu mengakibatkan tulisannya dilarang, sementara ia sendiri diamankan dan dicopot dari kedudukannya di Oxford serta dilarang menyebarluaskan pandangannya. Pada tahun 1378 Wycliffe menulis buku yang berjudul "Protes" dimana ia membela rumusan-rumusan ajarannya.
Hal itu memberinya waktu untuk menerjemahkan Alkitab, karena menurut Wycliffe setiap orang harus diberi keleluasaan membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri. "Oleh karena Alkitab berisikan Kristus, yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan, Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan bagi para imam saja" tulisnya. Meskipun gereja tidak setuju ia dan para sarjana lain menerjemahkan Alkitab Inggris pertama yang lengkap. Dengan menggunakan salinan tulisan tangan Vulgata (Alkitab terjemahan Bahasa latin) Wycliffe berusaha keras membuat Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Hasilnya edisi I diterbitkan, sedangkan penerbitan ke-2 diselesaikan setelah Wycliffe meninggal, setelah mengalami perbaikan. Edisi ke-2 itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe" dan dibagikan secara ilegal oleh para lollard. Wycliffe meninggal pada 31 Desember 1384, karena menderita stroke di gereja.

JOY RIDDERHOF DAN GOSPEL RECORDINGS

Di awal tahun 1930, Joy Ridderhof meninggalkan USA untuk menjadi misionaris di Honduras sebagai utusan dari Friends Mission. Hidupnya terasa sepi karena Joy adalah satu-satunya misionaris yang melayani di desa terpencil yang ada di pegunungan. Namun pelayanannya membuahkan hasil. Saat dia memberitakan Injil ke berbagai tempat di sekitar desa itu, banyak penduduk desa yang merespon dan mengikut Kristus. Tetapi kekerasan-kekerasan yang dihadapi dalam pelayanan ini dan iklim tropis mengganggu kesehatannya. Sesudah enam tahun melayani di desa itu, Joy kembali ke Los Angeles karena terserang penyakit malaria.
Untuk beberapa bulan berikutnya ketika Joy terbaring di tempat tidur untuk memulihkan kesehatannya, tapi dia terus memikirkan penduduk desa yang telah ditinggalkannya -- bagaimana kemajuan iman mereka di dalam Kristus tanpa misionaris yang memandu dan mendorong mereka. "Seandainya aku bisa meninggalkan suaraku di sana," dia memikirkan hal itu terus-menerus. Terlintas dalam pikirannya tentang keramaian bar yang ada di Honduras dan suara musiknya yang hingar-bingar. Penduduk Honduras tampaknya menyukai musik rekaman. Itulah jawaban dari problem yang dihadapinya. Joy akan mengirimkan suaranya dalam kaset rekaman dimana dia bisa memberitakan Injil melalui musik dan menggunakan bahasa tutur yang biasa digunakan penduduk desa yang dilayaninya.
Pada mulanya, ide Joy tentang perekaman Injil tampaknya seperti mimpi yang susah dijangkau, tetapi dia mulai mendoakan tentang kemungkinan tersebut dan men-sharing-kannya dengan teman-temannya; dan di tahun 1939 kaset rekaman pertamanya -- Buenas Neuvas (Kabar Baik) -- yang berdurasi 3,5 menit telah diproduksi. Saat memulihkan kesehatannya, Joy juga belajar bermain gitar, dan musik menjadi satu bagian dalam kaset-kaset rekaman yang pertama kali dibuatnya. Namun ia segera menyadari tentang pentingnya menemukan suara penutur asli untuk menyuarakan ayat-ayat Alkitab sekaligus memainkan musiknya.
Saat rekaman yang dibuat Joy tersebar, para misionaris yang melayani bagian lain di Amerika Latin juga mulai memesannya. Dalam pelayanan perekaman ini, Joy dibantu oleh Ann Sherwood, Herman Dyk, dan para relawan. Rekaman itu pada awalnya diproduksi di Los Angeles (LA). Orang Cina, Meksiko, dan penduduk dari berbagai suku Indian didatangkan ke studio untuk membuat rekaman Injil dalam bahasa tutur mereka masing-masing. Joy melihat keterbatasan dari pelayanan ini jika orang-orang dari berbagai suku itu harus datang ke LA. Solusinya adalah tim perekaman ini yang mengunjungi suku-suku tersebut -- suatu keputusan yang menandai titik balik pelayanan Gospel Recordings (yang resmi dibentuk tahun 1941 dengan nama Spanish Recordings). [Red.: Informasi lebih lengkap tentang Gospel Recordings (termasuk URL-nya) dapat anda simak dalam kolom Sumber Misi di bawah ini.]
Joy dan Ann melakukan perjalanan perekaman pertamanya di tahun 1944. Mereka memanfaatkan waktu selama 10 bulan di Meksiko dan Amerika Tengah dan perjalanan ini membuahkan hasil yaitu rekaman Injil dalam 35 bahasa dan dialek baru.
Perjalanan selanjutnya dilakukan Joy dan Ann pada tahun 1947 ke Alaska untuk merekam ayat-ayat Alkitab dalam bahasa Indian dan Eskimo. Tugas mereka sungguh sulit. Mereka melakukan perjalanan ke tempat-tempat suku terpencil, lalu mencari penduduk suku yang bisa bilingual dan bersedia untuk direkam. Namun bulan-bulan penuh perjuangan itu menampakkan hasilnya, dan Joy serta Ann kembali ke LA setelah merekam Injil ke dalam 20 bahasa suku.
Tahun 1950, Joy dan tim-nya telah merekam Injil ke dalam lebih dari 350 bahasa suku dan dialek. Aspek perekaman dari pelayanan ini melangkah maju dan semakin mantap. Namun ada problem-problem lain yang muncul -- terutama yang berhubungan dengan pemutaran kaset di wilayah-wilayah hutan yang terpencil. Gramofon yang tersedia dan didistribusikan oleh Gospel Recordings mudah sekali rusak. Joy dan tim-nya berdoa bersama meminta pencerahan. Allah menjawab doa itu saat terbersit ide untuk menggunakan gramofon manual (diputar tangan) -- gramofon ini lebih murah, tidak menggunakan tenaga motor, alat yang dapat dioperasikan oleh semua orang, dan tidak memiliki bagian-bagian mekanis yang rumit sehingga mudah diperbaiki jika rusak.
Pelayanan ini terus berlanjut dan sampai tahun 1955 lebih dari sejuta kaset telah dikirimkan ke 100 negara. Pelayanan Gospel Recordings yang dirintis oleh Joy Ridderhof telah membuahkan keselamatan untuk masing-masing pribadi dan untuk suku-suku di seluruh dunia. Seorang pria dari Meksiko bertobat setelah mendengarkan rekaman kaset Injil dan pria ini kembali ke desanya untuk mengenalkan Kristus kepada 12 orang penduduk di desanya.
Tahun 1983, setelah 40 tahun melayani bersama Gospel Recordings, Joy tidak lagi menjabat sebagai Direktur Gospel Recordings, tetapi dia masih terlibat sebagai dewan dan secara aktif menjelaskan tentang pelayanan misi dengan menggunakan media audio ini. Ada sekitar 50 orang staf full-time dan banyak sukarelawan tergabung dalam pelayanan Gospel Recordings. Mereka telah merekam dan mendistribusikan berita Injil ke dalam 4000 bahasa dan dialek. [Red.: Sekarang Gospel Recordings telah memiliki rekaman Injil dalam 5400 bahasa lebih.]
Diterjemahkan dan diringkas dari sumber:
Judul Buku: From Jerusalem to Irian Jaya
-- A Biographical History of Christian Missions
Judul Bab : Radio and Recordings: Harnessing the Air Waves
Penulis : Ruth A. Tucker
Penerbit : Academie Books, 1983
Halaman : 389 - 392

FLORENCE YOUNG

Sekitar abad 18, kepulauan Pasifik dikenal sebagai surganya bumi pada saat itu. Banyak penjelajah dan pedagang yang singgah di kepulauan tersebut selalu terpana dengan keindahan dari kepulauan ini. Termasuk juga para penulis antara lain: William Melville, Robert Louis Stevenson, dan James Michener mengungkapkan dengan piawai melalui novel-novel tulisan mereka.
Meskipun demikian, ada banyak jiwa yang tinggal di kepulauan Pasifik tersebut sedang sekarat karena belum mengenal Kristus. Banyak lembaga misi yang rindu untuk melayani di kepulauan ini dan banyak sumber daya manusia dibutuhkan untuk mendukung penginjilan yang dilakukan. Namun para misionaris yang diutus terkadang hanya sebentar melakukan pelayanannya. Selain karena faktor geografis yang agak sulit untuk menjangkau kepulauan-kepulauan tersebut pada masa itu, faktor terbesar yang membuat penduduk menolak kehadiran para misionaris adalah karena sikap dari para pedagang dan pelaut yang singgah di wilayah ini. Mereka datang untuk mengeksploitasi para penduduk -- termasuk dengan maraknya perdagangan budak pada masa itu -- dan sumber daya alam yang ada.
Walau ada banyak kendala, banyak misionaris yang terus berjuang untuk memenangkan penduduk kepulauan ini termasuk mereka yang telah dijadikan budak di tempat-tempat lain. Salah satunya adalah Florence Young yang kesaksiannya bisa Anda simak dalam Tokoh Misi berikut ini. Bila dibandingkan dengan kepulauan lain, maka pada abad 19 (sekitar tahun 1983 -- saat buku ini ditulis), kepulauan Pasifik mempunyai prosentasi kekristenan yang tinggi.
FLORENCE YOUNG -- BUNGA DI PULAU QUEENSLAND
Ironisnya, bisnis penculikan orang-orang negro atau Polinesia untuk dijadikan budak yang telah banyak menimbulkan kerusakan di kepulauan Pasific Selatan ternyata menjadi pintu gerbang utama bagi masuknya penginjilan di kepulauan Solomon. Sementara beberapa misionaris seperti John Coleridge Patteson dengan sengit menentang lalulintas tersembunyi dari bisnis "manusia" ini, namun ada beberapa misionaris lain termasuk Florence Young yang tampaknya "menerima" hal tersebut dan malah bekerja dalam sistem yang mendukung perbudakan itu.
Florence Young adalah seorang warga Sydney, Australia. Dia adalah orang yang pertama kali mengekspresikan keprihatinannya tentang kesejahteraan rohani para pekerja perkebunan di South Seas. Saudara- saudara Florence adalah pemilik Fairymead, perkebunan tebu yang besar di Queensland, dan kunjungannya ke perkebunan ini telah mengubah pandangan hidup Florence. Meskipun keterlibatan para saudaranya dengan para pedagang budak tidaklah jelas (beberapa pemilik perkebunan biasanya membuat kontrak kerja dengan badan penyalur pekerja resmi), namun yang pasti, Florence bersedia bekerja dalam sistem ini untuk mengenalkan Injil kepada para budak.
Sebagai anggota jemaat dari Plymouth Brethren, Florence Young telah mempelajari Alkitab sejak dia masih kanak-kanak dan sangat mendukung pelayanan pengajaran yang dilakukannya sejak tahun 1882. Kelas kecil pertamanya yang terdiri dari 10 budak merupakan suatu awal yang kurang menggembirakan. Namun jumlah ini terus bertambah dan tak lama kemudian, dia mempunyai 80 murid di kelas yang diadakan setiap hari Minggu. Separo dari jumlah itu datang secara rutin dalam kelompok pemahaman Alkitab yang diadakan setiap sore. Respon tersebut jauh melebihi dari yang dibayangkan Florence.
Anda bisa membayangkan kondisi para budak saat itu. Menebas batang tebu pada jam 12 siang atau selama beberapa jam setiap hari di bawah terik matahari merupakan pekerjaan yang 'mematikan'. Banyak budak meninggal karena bekerja dalam kondisi dan tekanan seperti itu termasuk Jimmie, budak pertama yang bertobat di perkebunan itu. Meskipun demikian, mereka berani mengorbankan jam-jam istiharat yang berharga untuk mendengarkan Injil.
Kesuksesan dari pelayanan Florence Young di Fairymead ini memberinya semangat untuk melakukan hal yang sama di perkebunan-perkebunan lainnya di Queensland, dimana ada 10000 budak tinggal dalam kondisi yang serupa, bahkan ada yang lebih buruk lagi. Pemberian dana kasih dari George Mueller (juga menjadi jemaat Plymouth Brethren) merupakan stimulan yang dibutuhkan Florence untuk mendirikan Queensland Kanaka Mission (Kanaka merupakan istilah yang digunakan untuk "para pekerja yang diimpor"). Florence juga mendapat dukungan dari seorang guru misionaris dan menulis surat secara rutin kepada para pemilik perkebunan yang ada di wilayahnya. Pada akhir abad 19, melalui pelayanan yang dilakukan 19 misionaris, ribuan orang telah mengikuti kursus Alkitab yang diadakan Florence dan ada yang berkeinginan untuk memberitakan Injil saat mereka kembali ke negara asal mereka.
Pada tahun 1890, Florence merasa Allah memanggilnya untuk terlibat dalam pelayanan misi ke China. Oleh karena itu, dia ikut melayani bersama China Inland Mission. Namun dia kembali lagi ke South Seas pada tahun 1900 untuk mengarahkan secara langsung pelayanan misi yang telah dirintisnya karena pelayanan ini telah mengarah ke fase yang berbeda. Hukum telah melarang perdagangan budak berkulit hitam dan sistem kerja paksa juga telah dilarang. Pada tahun 1906, banyak budak telah dipulangkan ke kampung halamannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa pelayanan Florence berhenti sampai di sini. Pelayanan Follow-up diperlukan untuk melanjutkan pelayanan yang telah dirintis tersebut. Florence dan beberapa misionaris berlayar menuju Solomon Islands dimana mereka melayani para petobat baru dan mendirikan gereja.
Pada tahun 1907, Queensland Kanaka Mission mengganti namanya menjadi South Sea Evangelical Mission. Florence dibantu oleh ketiga keponakannya -- Northcote, Norman, dan Katherine Deck sangat aktif dalam melakukan pelayanan ini. Tahun-tahun berlalu, 10 orang lebih sahabat dekatnya menjadi misionaris dan menyusul Florence ke Solomon Islands.
Diterjemahkan dari salah satu artikel di:
Judul Buku :From Jerusalem to Irian Jaya -- A Biographical History of Christian Missions
Penulis :Ruth A. Tucker
Halaman :223 - 224

Sunday, September 9, 2007

WILLIAM BOOTH

WILLIAM BOOTH MENDIRIKAN BALA KESELAMATAN (1865)

Sementara industri bertumbuh, perlakuan semena-mena terhadap kelas- kelas pekerja pun meningkat.
Inggris sedang bergerak dari kehidupan pertanian ke kehidupan yang berorientasi pabrik, dan daerah-daerah kumuh di London pun bertumbuh. Ribuan orang dari dusun membanjiri London, mencari pekerjaan, dan sering kali mereka tinggal serta bekerja dalam kondisi-kondisi yang amat buruk.
Gereja seharusnya menjadi pelopor pertama meringankan penderitaan, namun Gereja sendiri dalam keadaan kekurangan. Seperti di seluruh Inggris, London telah terbagi-bagi dalam jemaat-jemaat, garis-garis yang tidak pernah berubah berabad-abad lamanya. Meskipun penduduk kota kian bertambah, namun Gereja Inggris tidak mempunyai cukup persediaan untuk menambah kaum rohaniwan bagi gereja. Untuk membangun jemaat baru dibutuhkan undang-undang parlemen, yang prosesnya lamban dan panjang.
Methodisme, yang telah menjadi agama kelas menengah khususnya, juga tidak dapat dengan efektif mencapai kelas pekerja. Methodis telah berupaya mencapai orang-orang yang telah berpindah ke Gereja Inggris, namun orang-orang miskin baru yang bermukim di lorong- lorong masih belum tersentuh Injil.
Prihatin dengan keadaan orang-orang miskin, maka pada tahun 1865 William Booth dan istrinya, Catherine, mendirikan misi bagi orang. orang miskin di East End London. Diawali dari sebuah tenda sederhana muncullah pelayanan Bala Keselamatan.
Di sekeliling pasangan penginjil ini terdapat rumah-rumah yang penuh sesak dengan kekerasan keluarga, mabuk-mabukan, prostitusi, dan tuna karya. Kemakmuran yang menjadi lambang teratas kelas menengah Victorian tidak meluas ke East End.
Upaya perundang-undangan tampaknya tidak memecahkan masalah ini, dan William yakin bahwa hal itu akan berubah hanya bila hati berubah. Sekali orang-orang telah mengenal Kristus, perilaku dan kondisi mereka dapat membaik.
Itu tidak berarti bahwa pasangan Booth tidak memperhatikan masalah- masalah di sekeliling mereka. Mereka mendirikan kedai "Food for the Million" (Makanan untuk jutaan orang), dengan menyajikan makanan murah. Jika perut seseorang terisi penuh, ia cenderung lebih mendengarkan berita tentang keselamatan dari Kristus yang disampaikan kepada mereka.
Meskipun banyak ide organisasi Methodisme telah ditinggalkan Booth, namun ia selangkah lebih maju dengan akhirnya menciptakan organisasi yang mengikuti garis-garis militer. Seorang pengikutnya mengiklankan sebuah pertemuan sebagai "The Hallejah Army Fighting for God" (Pasukan Halleluya Bertempur untuk Tuhan). Kontrol Booth yang tegas terhadap organisasinya membuat beberapa orang memanggilnya jenderal. Menjelang tahun 1878, kelompok ini mengambil nama Bala Keselamatan, dan jenderalnya sengaja telah mengorganisasikannya dengan pakaian seragam, perwira-perwira, marching brass band, dan majalah dengan nama The War Cry.
Ada orang-orang Kristen yang tersinggung dengan Bala Keselamatan. Sebenarnya, marching band tidak memiliki kewibawaan musik Anglikan. Apakah Iblis sedang menggunakan Bala Keselamatan untuk membuat kekristenan bahan tertawaan? Namun, Bala Keselamatan meraih sukses. Band-bandnya dapat didengar di jalan-jalan kota, dan mereka memainkan irama-irama populer dan sekuler dengan kata-kata Kristen. "Mengapa iblis harus menguasai semua irama yang terbaik?" tanya Booth.
Selain itu, di bawah pengaruh Bala Keselamatan, kehidupan keluarga- keluarga membaik. Mereka mulai memperhatikan masalah-masalah kelaparan dan tuna wisma, serta Injil diberitakan kepada banyak orang yang bahkan belum pernah menginjakkan kakinya di gereja.
Namun, sementara orang-orang Kristen menentang Bala Keselamatan, beberapa non-Kristen menunjukkan reaksi yang lebih keras lagi. Ketika kelas pekerja bertobat kepada Kristus, mereka menganut kebijakan dengan berhenti minum. Hal ini merugikan perusahaan bir, dan mereka menjadi marah kepada Bala Keselamatan. Pada dua dekade terakhir abad kesembilan belas, perwira-perwira Bala Keselamatan diserang serta bangunan mereka dihancurkan.
Namun, para pengejek itu harus mengakui bahwa Bala Keselamatan telah melakukan tindakan yang baik di kala mereka mengubah pemabuk dan pemukul anak menjadi ayah yang benar dan pekerja yang baik.
Catherine, istri William, dengan kebolehannya mendukung William dalam upaya-upayanya, dan misi mereka ini diteruskan oleh anak-anak asuh mereka yang berjumlah besar. Bala Keselamatan tersebar bukan saja di Inggris, tetapi juga di setiap penjuru dunia.
Dalam seluruh hidupnya, William telah mengadakan perjalanan sejauh lima juta mil, mengkhotbahkan hampir 60.000 khotbah, dan menarik kira-kira 16.000 perwira untuk bekerja dengan dia. Dalam buku terlarisnya "In Darkest England and the Way Out", ia menunjukkan kepada banyak orang zaman Victoria bahwa mereka tidak perlu bermisi ke luar negeri untuk mencari "orang-orang miskin yang belum mengenal Allah" dan yang membutuhkan Kristus. Booth mendirikan agen-agen yang peduli akan kebutuhan fisik dan sosial orang-orang, serta memberitakan Injil. Melalui kariernya, ia telah mengasah teknik- teknik komunikasi dengan orang banyak dan berbagi tentang Kristus. Ketika ia wafat pada tahun 1912, 40.000 orang mengantar dia ke pemakaman.
Ketika Bala Keselamatan membawa berita kepada si miskin di Inggris, ia melakukan pekerjaan yang sama seperti Dia yang melayani para nelayan, wanita-wanita tuna susila dan para penderita penyakit kusta.
Diedit dari sumber:
Judul Buku : 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen
Pengarang : A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang, and Randy Petersen
Penerbit : PT BPK Gunung Mulia, 2001
Halaman : 142 - 144